|
*** |
Hujan siang hari masih terasa
sampai langit gelap. Suara binatang terdengar jelas menanti matahari. Hawa dingin
masih terasa. Bau tanah begitu menyengat. Laras kembali membuka catatan kecil
dilaci kamar miliknya. Berwarna biru muda cantik dipenuhi gambar kartun
doraemon. Ia mulai menulis apa yang baru saja ia alami. Sambil tetawa
cekikikan, tangannya mulai menari bersama pena bertinta hitam.
Gayungan sepeda terdengar samar
dari kejauan. Kakinya tak henti mendayung hingga sampai di tanah yang becek
sehabis hujan. Terlihat rumput basah dan burung terbang beriringan seakan
membentuk sesuatu yang sulit untuk ditebak. Sangat indah. Tak tampak satupun
bintang berkedip. Hanya awan yang masih memenuhi langit gelap. Terlihat lampu-lampu
jalan jelas dari atas tempat ia terduduk. Lampu bandara Ngurah Rai terlihat
begitu jelas ketika sebuah pesawat melaju keangkasa. Ia biasa menyebutnya “Rumah
Bintang”.
Tak seorangpun dipandangnya
ditempat itu. Lilin kecil yang dia bawa dari rumah meneranginya beberapa waktu.
Terkaget Laras memandang kembang api seperti bunga yang cantik berwarna-warni menghiasi
langit hitam. Tak tahu siapa yang menyalakan. Suaranya ledakannya terdengar
sangat jelas dan tampak dekat dari tempat ia terdiam.
“Jangan hawatir, tutup mata kamu.
Aku mau kasi liat sesuatu”. Suara serak itu tak asing didengar. Matanya ditutupi
sehelay kain hitam. Dalam kegelapan Laras hanya tersenyum. Entah apa yang akan
dilihatnya nanti. “Jalan ya.. ikuti tangan ku.. ”. Suara itu tampak jelas
ditelinga Laras. “kita kemana, mau apa ? aku takut jatuh”. Terdengar Laras
mulai panik dan tertawa kecil. “iya kamu mulai duduk sekarang.. disini.. geser
sedikit.. hadap kekanan”. Tak lama kain
dimata Laras dibuka. Masih samar terlihat cahaya-cahaya kecil dibeberapa tempat
terpencar. “Kiran.....”. hanya diterangi beberapa lilin mata Laras terlihat
jelas berkaca-kaca. Ia tak mampu lagi mengatakan apapun. Kiran memulai
pembicaraan yang serius. Tangan Laras dipengangnya begitu erat. Bersimpuh dihadapan
gadis yang begitu ia cintai. Jantung Kiran berdetak lebih cepat dari
sebelumnya. Berkali-kali ia menghela nafas untuk memulai pembicaraan. Diawali
dengan senyum, tatapan matanya begitu tajam menatap Laras. “Berkali-kali aku
coba buat ngomong. Tapi berkali-kali juga aku gak punya nyali”, Kiran menghela
nafas kembali “Laras, coba kamu hitung berapa lilin yang ada disini ?”. Laras
tak menjawab. Hanya tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Serasa air mata
kebahagiaan ini tak ada seorangpun yang mampu menciptakannya. “bingung mau
ngomong apa. Yang jelas makasi ya. Kamu begitu buat aku ngerasa orang yang
paling istimewa didunia”. Laras berkali-kali mencoba menghapus air mata
bahagianya. Kiran kembali memulai kata-katanya. “Laras, maukah kamu sayang sama aku seperti
aku sayang sama kamu? Maukah kamu ngejalanin hari-hari kamu yang indah ini
dengan kehadiran aku disamping kamu? Maukah kamu hidup sama aku senang mau pun
susah? Sehat maupun sakit ? aku sangat menharapkan jawaban kamu..”.
Laras menatap mata laki-laki yang
begitu mencintainya. Suasana beberapa
waktu begitu sunyi. Hanya terdengar suara jangkrik yang menjadi nyanyian alam. Ditemani
suara jantung Kiran yang berdebar terdengar begitu jelas. Laras mulai menyeluk
kantong jaketnya yang berisi chocolate batang yang sedari tadi ia bawa kemana-mana.
Ia buka bungkus yang berwarna emas. Tangan
Laras menydorkan sebatang chocolate kacang mede ke depan mata Kiran sambil
mencoba berkata “maaf aku gak bisa jawab. Yang jelas, kamu harus tau Kiran
apapun hubungan kita perasaan sayang ini gak akan pernah berubah. Hmmm.... Tapi
aku mau kamu makan chocolate ini ya. Dan aku yakin kamu akan temuin jawaban
dari pertanyaan kamu tadi”.
Dengan perasaan putus asa dan
berat hati. Kiran mulai gigitan pertamanya dibagian atas cokelat itu. Sambil mencoba
memulai kata-katanya Laras menghela nafas sambil memperhatikan sosok
dihadapannya “kamu ingat, susah buat cerminku nerima kamu karna sebuah hal yang
gak pernah aku tau. Kamu tau itu adalah hal yang paling sulit untuk aku hadapi.
Antara sebuah cinta dan sebuah ketulusan ataupun ketidak adilan bagiku, aku
yakin 2 tahun kita sama-sama kamu tahu Petualangan dan tantangan adalah hal
yang paling aku nikmati”. Laras menghentikan kata-katanya. Ia mengambin sebuah
lilin kecil berwarna biru dan mengambil cokelat yang sedari tadi dimakan Kiran.
Diterangi cahaya lilin Laras mendekatkan antara lilin dan belakang cokelat “coba
perhatikan. Dan baca ukiran kecil bertulis dibelakang cokelat yang kamu makan....”.
Kiran mendekatkan matanya ke objek yang dimaksud. Seketika Kiran memeluk tubuh
mungil Laras begitu erat. Sebuah bunga Edelwish menghampiri tangan Laras. “ini
aku ambil waktu mendaki bulan lalu, semoga hari ini, bunga ini, lilin ini,
nyanyian jangkrik ini, dan semua yang ada disini membawa keabadian yang sejati”.
“oiya aku masih punya satu hal “Kamu
merem ya.. ini adalah hal yang paling kamu pengen...”, Kiran tak henti-hentinya
memberikan kejutan untuk Laras malam itu. Sungguh bagai seorang putri raja yang
diperlakukan seperti sosok agung dihadapan rakyatnya. Tangan mereka memegang
subuah kembang api besar yang akan diluncurkan. Menghiasi langit yang gelap
menjadi bercahaya dan berwarna indah. “buka mata kamu”. Dengan hati-hati ia
merasakan apa yang ia pegang. Histeris antara bahagia dan takut bercampur aduk.
“Pegang yang erat yaa”, satu persatu kembang api keluar dari corong kecil. Terdengar
begitu menggelegar. Semua terasa tak akan terulang lagi. Ditariknya nafas Laras
masih berbau tanah yang basah. “makasi kejutan yang indah hari ini. Semoga bisa
jadi sebuah cerita terindah yang gak akan pernah aku lupa.
“siaaaalll..... “, suara laras
terdengar begitu jelas diranjang tempat tidurnya. Dilihatnya kalender yang ada
dimeja kerjanya. “just dream.... oh god, my dream so beautiful. Miracle of
12.12.12? kapan-kapan aja lah... “. Kembali menarik selimut menutupi seluruh
badannya.