RSS
Menulis adalah sebuah ungkapan perasaan. Walaupun bibir tak mampu berucap namun tulisan mampu mengungkap. Siap-siaplah menjadi tokoh utama dalam cerita Khayalan Siswa Bejo

Dia BUKAN Malaikat



Hari ini aku kembali dihukum lantaran saat upacara bendera aku tak mengenakan pakaian lengkap seragam putih biru yang kucel tanpa dasi terbaru dan emblim sekolahku. Bukan maksudku untuk tidak mengikuti peraturan sekolah namun beginilah keadaan keluargaku yang tak mampu membelikanku seragam yang lengkap. Berkali-kali aku berusaha menjelaskan kepada wali kelasku. Namun tak pernah sekalipun digubris oleh nya. Mereka selalu menyalahkanku. 
 “hahaha..... makanya ngelanggar terus sih lo, sukurin !”, suara teman-temanku berceloteh dihadapanku. Aku berdiri didepan ratusan siswa disekolah ini. Perasaan malu dan sangat sedih mendengar celotehan mereka membuat wajahku memerah. Air mataku tak tertahankan. Aku menoleh kearah guru-guru berbaris disebelah kananku. Mata mereka memandangku begitu tajam, perasaan benci terlihat dari pancaran wajah mereka.
Satu jam berlalu, kakiku terasa sangat kaku, keringatku bercucuran. Aku tahu sebentar lagi aku harus menghadap keruang BK. Ini adalah minggu ke 3 aku dihukum. 

Kakiku mulai melangkah perlahan menuju ruang BK. Kepalaku merunduk tak mampu menegakkan pandangan lurus kedepan. Aku ketakutan. Aku malu. Aku sangat marah. Entah harus marah terhadap siapa. Namun aku merasa begitu tertekan. Ku dengar cibiran guru-guru kearahku. Melewati kantor guru ku ketuk pintu BK dengan jantung yang berdetak begitu kencang. “permisi...”. Pak Rudi mempersilakanku masuk. “maaf pak...”, belum selesai aku berbicara Pak Rudi memotong “saya sudah tau... saya sudah tau... kamu ini sebenarnya alasan saja atau bagaimana sih? Bosan saya melihat kamu setiap hari senin masuk ruangan saya”. Ia mengakhiri kata-katanya dengan pukulan keras dimeja kerjanya. Aku yang serontak kaget tak mampu menahan tangisan. “maa.. maaf pak, bapak saya belum punya uang untuk membelikan saya seragam lengkap”.
“la terus kenapa sekarang kamu pakai sandal ?! kamu pikir sekolah ini pasar ?”, bentaknya padaku.
“sepatu saya tidak bisa dipakai lagi pak, sudah berusaha saya jait, tapi tetap tidak bisa.. “. Sejenak ruangan BK sunyi. Saat ini hanya ada aku dan Pak Rudi. Entah aku tiba-tiba aku merasa sangat resah. Pak Rudi duduk disebelahku “baiklah Rani, kalau memang begitu, bapak tidak bisa memaksa kamu. Kamu bisa datang kerumah bapak nanti malam. Bapak ada sesuatu untuk kamu”. Akupun mengiyakan pinta Pak Rudi. Dengan rasa malu aku keluar dari ruang BK menuju kelasku melanjutkan pelajaran dengan suasana yang setiap hari tak pernah bersahabat.

Sepulang sekolah aku menemui bapak dipangkalan becak tak jauh dari sekolahku. Aku menceritakan kejadian tadi pagi dengan bapak. Namun harusnya aku tak menceritakan hal ini. Mata bapak tampak berkaca-kaca. Tubuhnya melemas. Akupun mencoba mengalihakan pembicaraanku. “bapak nanti Rani diminta untuk kerumah Pak Rudi. Setelah Rani ke rumah Bu Endang bekerja, Rani langsung kerumah Pak Rudi ya. Rani tidak pulang dulu”. Kataku sambil menyalimi tangan bapak. Dan beranjak pergi. 

Seperti biasa aku membantu tetanggaku untuk mempersiapkan dagangan kripik singkongnya. Aku dibayar Rp 1000,- per satu kilo mengupasi dan mengirisi singkong. Hanya ini yang dapat aku lakukan untuk meringankan beban bapak. Ibu sudah lama meninggal karena penyakit yang dideritanya. Kami tidak memiliki uang sepeserpun untuk membelikan ibu obat. Lantaran obatnya sangat mahal. Tak seorangpun yang bisa membantu kami saat itu. Kakakku yang putus sekolah saat kelas 3 SMP membuatku semakin bersemangat belajar untuk meneruskan cita-citanya. Sekarang ia hanya menjadi kuli panggul dipasar yang hanya mendapat penghasilan Rp 20.000 per hari. 

Aku mengerjakan pekerjaan ini sampai sore hari. Dan sore ini aku mendapat upah yang lumayan yaitu Rp 5000. aku kumpulkan setiap rupiah yang aku dapatkan untuk membeli sepatu. Namun tak pernah kesampaian. Setiap kali uang terkumpul, aku harus membelikannya beras dan lauk pauk. Uang yang diperoleh ayah untuk sekolahku dan menyewa becak milik juragannya. Dan uang yang diperoleh kakak untuk rumah kontrakan yang kami tempati ini. Walau begitu keadaan kami, namun kami selalu bersyukur atas apa yang Tuhan beri untuk  kami.

Sesuai dengan janjiku dengan Pak Rudi untuk kerumahnya, aku berganti pakaian yang ku bawa ditasku. Aku melangkahkah kakiku menjauhi rumah penjual kripik singkong menuju rumah Pak Rudi. Tas yang mulai robek aku tengteng sampai akhirnya aku sampai dirumah yang luas dan tampak tak berpenghuni. Berkali-kali aku panggil nama Pak Rudi. Hingga akhirnya dari kejauahn iapun keluar dari rumahnya. “hei, kamu Rani.. saya pikir kamu tidak jadi datang”. Sapa Pak Rudi 
“maaf pak saya telat”. Rumah Pak Rudi tampak sepi. Memang istrinya tak tinggal bersama dia karena ia dipindah tugas oleh dinas. Akupun masuk kerumah Pak Rudi. Suasananya begitu sepi, hanya sebuah televisi yang hidup meramaikan. Pak Rudi mengambilakan ku segelas air putih. “ini minum dilu”. “iya pak terimakasih, ada apa ya bapak menyuruh saya untuk datang kerumah bapak malam-malam begini?”.
“oh iya, saya dengar cerita kamu tadi pagi, saya merasa sangat kasihan. Ini saya ada sedikit uang untuk kamu membeli kebutuhanmu untuk sekolah”. Pak Rudi memberikanku beberapa lembar seratus rubuan.
“terimakasih banyak pak...saya tidak  tahu harus membalasnya seperti apa”. Aku merasa Pak Rudi adalah malaikatku. Hanya dia yang memahami perasaanku terkucilkan disekolah. Aku yang sangat kegirangan menerima bantuan dari Pak Rudi tidak menyadari maksud darinya. Ia mendekatiku dan sekarang duduk disebelahku. Pak Rudi membelai-belai rambutku. “kamu cantik”. Dan berkali-kali aku singkirkan. Perasaanku mulai tak menentu. Akhirnya aku memutuskan untuk pamit. “pak saya pulang dulu ya sudah malam, terimakasih banyak atas bantuannya...”. Akupun beranjak dari sofa. Pak Rudi menarikku dan mendorongku. Ia memukuliku, karena aku mencoba melawan. Aku berusaha menendangnya namun kekuatanku tak cukup untuk melawannya. Hingga akhirnya aku pulang dengan dosa yang tak pernah aku pikirkan. Ia bukan malaikat. 

Aku tak henti menangis, semalaman suntuk aku menulis pesan singkat untuk bapak dan kakak. Sebelum akhirnya aku mengakhiri hidupku yang tak berguna dan penuh noda ini.... (ode).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

lindaayuoktaviani mengatakan...

utk bbrpa cerita yg aku baca, pemilihan diksi & idenya bagus kok :)
cm mungkin yg agak mengganggu itu kayak tanda baca (mis: ...... kebanyakan), penempatan tanda baca, huruf capital, yg berhubungan sm EYD gitu.
keliatan lbh rapi kalo pake EYD ;) sukses ya~

Othey arieska mengatakan...

mks kk kritiknya :D

Posting Komentar