RSS
Menulis adalah sebuah ungkapan perasaan. Walaupun bibir tak mampu berucap namun tulisan mampu mengungkap. Siap-siaplah menjadi tokoh utama dalam cerita Khayalan Siswa Bejo

Cintamu kan melukiskan semua

             Teriakan dimana-mana, terdengar begitu jelas tak jauh dari tempatku terdiam. Aku tak berani keluar dari ruang pengap ini. Ku tuangkan ketakutanku dengan menarikan kedua tanganku diatas wajan. Memulai menuangkan satu persatu bahan makanan yang akan diolah. Memasak dan menyajikan sebuah masakan haruslah penuh dengan cinta ketika kita membuatnya. Namun rasa cinta itu tak dapat aku rasakan jika aku masih berada ditempat ini. Tempat yang aku anggap sebagai ujung dari kematian.
“Ayu masakannya 10 menit lagi harus siap”, itu suara ibu Jeen terdengar sangat jelas dan menyeramkan dibalik jendela bambu pembatas dapur. Seminggu telah berlalu aku menjadi seorang juru masak di salah satu pasukan Tentara Nasional Indonesia di Timor Leste
Mau tak mau aku harus menjalani hidupku penuh dengan tekanan dan kerasnya kehidupan seorang Prajurit. Sebenarnya saat itu aku tak ingin diajak bu Jeen pergi ketempat ini. Namun apa daya, aku tak punya pilihan. Keahlianku hanyalah memasak, tanpa berbekal pengetahuan yang memadai aku harus pergi dari kampung halamanku di Bali untuk mendapatkan gaji yang diiming-imingi begitu besar. Aku yang harus membiayai 4 orang adik ku dan seorang ibuku yang sedang sakit. Tahan tak tahan harus ku melalui hari-hariku dengan tulus dan ikhlas. Walau dengan suasana yang aku anggap tak mendukung.
                                                                 **
            Sarapan kini telah siap dimeja panjang tempat para prajurit makan bersama. Wajah mereka terlihat sangat letih namun tak mampu melawan. Ini adalah sebuah kewajiban, dan pengorbanan kepada Negara. Meninggalkan keluarga tercinta, berbekal keberanian dan keikhlasan. Tetap mampu tersenyum walau setiap nafasnya penuh dengan kegelisahan. Seharusnya mereka tak disini. Perang saudara dengan Timor Leste yang ingin melepas diri dari Indonesia membuat mereka terduduk disini. Berdiri disini, tertidur dengan lelap disini. Dan menanti sebuah kedamaian akan datang. Sekali terjun tetaplah harus disini. Tak ada kata membalik badan untuk menyerah. Indonesia harus tetap utuh dan damai, hanya itulah misi mereka saat ini. 
“Silakan ditaruh dengan rapi”, kata Bu Jeen ramah kepada para prajurit. “Terimakasi ibu, ini sangat enak sekali, jadi kangen masakan emak dirumah”, sahut seorang dari mereka. Terdengar sangat miris. Namun ini pilihan mereka.
                                                                   ***
              Hari ini Ayu terlihat sangat cantik, baju merah jambu, tampak serasi dengan rok motif bunga-bunga jaman itu. Seorang gadis yang menarik tak seorangpun berhenti memperhatikan setiap gerak gerikny. Lap meja ditangannya mulai membersihkan prabotan yang masih tersisa. Suaranya yang merdu bernyanyi-nyanyi mengundang prajurit gagah mendekati sumber suara. Tak disangka kini ia telah berada dibelakang Ayu. Begitu tampan dan gagah dengan pakaian loreng TNI ditubuhnya. Senyum Pria itu begitu mengesankan. Ayu yang begitu kaget melihat seseorang berdiri dibelakangnya spontan berteriak kecil. Tangan yang terlihat kekar itu menutup bibir Ayu. “siapa kamu?”, tanya Ayu panik. “saya, Giri... jangan takut, saya hanya mau pinjam pisau.. benang dibaju saya...”, menunjuk kearah bajunya yang terlilit benang. “oh, iya.. ini”. Memberikan pisaunya. Ayu tak henti-hentinya memandang perwira itu dari dekat. Tampak sangat gagah. Baru kali ini Ayu berbincang langsung dengan salah seorang dari mereka yang rupawan. Senyum Ayu menyambut Giri begitu mengesankan. begitu pula dengan Ayu. Ada hasrat yang berbeda yang dirasa olehnya. 
                 Giri seorang pria perawakan Sunda. bertubuh tinggi dan bersih, tampak berbeda dengan pasukan yang lainnya. Tempat Ini adalah tempat pertama ia di tugaskan oleh negara. Pria berusia 24 tahun yang sangat menawan. 
Sejak pembicaraan di dapur, Ayu selalu memperhatikannya. Begitu pula dengan Giri yang diam-diam selalu menyempatkan diri untuk berbincang dengan Ayu si Juru Masak yang cantik. Ini yang membuat Ayu semakin semangat dan tak pernah lagi mengeluhkan keberadaannya disini. 
                                                                    **
Ini bulan pertamku disini.. 
aku ingat betul September 1975 
Malam ini Giri yang gagah menemuiku di bilik depan dapur. ia memandangku dengan tatapan yang berbeda. tak seperti biasanya kita berbincang. Baju kaos putih yang ia kenakan tampak pas dibadan nya. "Ayu, saya ingin bicara". ucap Giri mengawali pembicaraannya. "iya, Bli Giri ngomong aja", sahut Ayu dengan logat Bali, terdengar sangat kental. "saya suka sama kamu. kamu mau tidak jadi pendamping saya nanti ? saya serius. Saya tidak bisa menjanjikan banyak hal. tapi saya janji, saya akan jadi teman hidup yang baik untuk kamu". aku sangat kaget mendengarnya. ini tak pernah aku dengar sebelumnya. dan aku juga tidak pernah menghadapi ini sebelumnya. Tangannya terasa begitu hangat menggenggam tanganku yang dingin. aku hanya tersenyum dan tak tahu harus berkata apa. tapi yang aku tahu, aku mencintai dia. Giri yang baru aku kenal 1 bulan yang lalu. "Ayu, saya tidak lagi ABG. Saya ingin kamu jadi ibu dari anak-anak saya". ia mencium tanganku. terasa sangat lembut. hatiku bergetar saat itu. . "Bli Giri, Ayu tidak bisa jadi istri yang baik untuk Bli. Tapi Ayu janji akan jadi ibu yang baik untuk anak-anak Bli Giri". sahutku malu-malu. 

malam itu 30 September 1975, awal dari sebuah kisah yang ku impikan berujung dengan bahagia. 


                                                              ***

Oktober 1975 .. 

Suasana di Timor Leste semakin menegangkan. Prajurit berjaga dimana-mana. tak ada lagi tanda-tanda perdamaian. Aku semakin hawatir. Penduduk semakin memanas. tak ada yang dapat memisahkan. Korban berjatuhan dimana-mana. Entah sampai kapan ini akan berakhir. 

         

November 1975...          

Malam itu aku menyempatkan diri menemui Giri di bilik depan dapur. Perasaan cemas yang tak menentu membuatku tak henti-hentinya mondar-mandir. tanganku tak bisa tenang. aku menunggunya lebih dari 30 menit. ia tak kunjung tiba. tak lama kemudian terdengar suaranya berlari dari arah berlawanan. "maaf tadi kami sedang menyusun strategi untuk besok.. ada apa Ayu. wajahmu tampak pucat, kamu sakit?". tanya Giri pada ku. "tidak, Ayu hawatir kamu kenapa-napa. Ayu lihat banyak teman-teman yang terluka akibat serangan dari warga. Tolong jaga diri dengan baik. Ayu tidak ingin Bli terluka". tak terasa air mata membasahi pipiku. ia memelukku erat, begitu erat. dalam pelukannya ia berkata "Saya akan baik-baik saja. Saya janji akan selalu menemani kamu. Saya janji setelah ini kita akan menikah dan hidup dengan kebahagiaan. ini kewajiban saya. kamu tidak perlu hawatir. percayalah Tuhan akan membuat saya selalu disamping kamu". ia melepas pelukannya. menghapus air mataku yang sendu. mencium keningku dengan cinta. Semua kehawatiran sirna begitu saja. 
                                                                 *** 

Pagi itu tampak semua prajurit dikerahkan. Penjagaan semakin ketat. Suara penduduk berteriak dimana-mana penuh amarah. terdengar suara tembakan yang mencengramkan. Aku mengurung diriku ditenda ini. penuh kehawatiran. Hingga malam tiba, aku tak melihan Giri ikut duduk di meja makan panjang. hanya beberapa orang yang lalu lalang di dapur untuk mengambil air. tak seperti biasanya semua makan bersama. Aku memberanikan diri bertanya kepada seorang prajurit "maaf mas, kok tumben tidak ada yang makan malam?". tanyaku ragu. "oh, itu mbak,  mereka pada giliran jaga. Suasana sekarang sangat genting, banyak teman-teman yang terluka. ada yang sekarat juga ditenda medis.". jawabnya seru. 

mendengar berita itu, ketakutan menyelimuti hatiku. Lap ditanganku segera ku letakkan. aku berlari menuju tenda medis. Terdengar suara mengeruh-eruh kesakitan. Darah berceceran dimana-mana. Tampak seorang yang tak asing ku lihat sedang berbaring menggunakan oksigen. Tampak balutan perban di dada dan kakinya. Aku memberanikan diri menerobos masuk. Mendekati sosok itu. Mulai tampak jelas terlihat. "Bli Giri.......". aku berteriak kaget, spon air mata membasahi pipiku. Hal yang ku khawatirkan terjadi. benar-benar terjadi. Seseorang yang aku cintain kini berbaring tak berdaya. Berbaring tanpa asa. "dia terkena tembakan tepat di dada dan kakinya, dari tadi ia belum sadarkan diri". seorang perawat berkata. 
"Bli, bangun .. ini Ayu..", aku menggenggam tangan nya erat. Keringatnya bercucuran, jemarinya mulai bergerak. bibirnya terlihat lusu menahan sakit. "A..a...yu..", berkali-kali ia panggil namaku. 
Air mataku tak henti berlinang, tangannya terasa menggenggam ku. aku segera berbisik "iya iya, Bli ini Ayu... Bli kuat, Bli harus kuat, Ayu akan disini nemenin Bli, dan wujudin mimpi-mimpi kita". ucapku terbata-bata, dibendung kesedihan. Matanya mulai terbuka dan menerawang. "A..a..yu..", ia kembali menyebut namaku. serasa ingin mengucapkan sesuatu. "Iya Bli, Ayu disini...". "Ayu, saya tidak tau apa yang akan terjadi dengan saya. Saya pasrahkan semuanya pada Tuhan...". ia menghela nafas yang terlihat sangat sulit. "Ayu, saya sangat mencintai kamu. maafkan saya tidak bisa menepati janji saya untuk menjadi suami yang baik untuk kamu. tapi saya akan selalu ada untuk kamu, menemani kamu selamanya". aku menggeleng dengan deru air mata yang tak dapat diungkapkan lagi. "ini kalung pemberian ibu saya. Tolong pakai kalung ini. dan kapanpun kamu merindukan saya. Tutuplah matamu dan ciumlah kalung ini dengan kasih. maka saya akan tersenyum untuk mu Ayu". aku mengambil kalung bertuliskan "Giri Gryli Sentosa" .  
"Kamu jangan bicara seperti itu, kamu akan menjadi suami yang baik untuk ku, dan aku akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita. Kita akan pulang dan menikah..". suaraku gemetar. 

tiba-tiba beberapa perawat mengangkat Giri menuju mobil ambulace."sa..sa.. saya ikut". aku menerobos masuk ke mobil ambulance. "Bli bertahanlah... sebentar lagi..". tubuhnya sangat dingin dan pucat. suaranya tak terdengar jelas. ditengah perjalanan seorang perawat berkata "Ya Tuhan, terimalah disisinya...". aku menoleh tajam. "gak.. gak... gak mungkin... Bli Giri bangun... bangun ....banguuunn...", berkali-kali ku coba membangunkannya namun tak ada jawabnya. "yang tabah mbak...". aku pingsan beberapa saat dan tak mengingat apapun.  


November 1975... 

Timor Leste akhirnya melepas diri dan merdeka. Timor Leste,.. menjadi saksi bisu sebuah cinta yang tak akan pernah terlupakan seumur hidupku, dan menjadi saksi dalam tangisku. 
"Giri Gryli Sentosa" seuntai nama yang selalu aku ingat. Hingga hari ini, dia selalu tersenyum lewat kalung bertuliskan "Giri Gryli Sentosa". . . 

Tetaplah menjadi cahaya ketika gelap menyelimutiku

tetaplah menjadi Pelindungku ketika bahaya menghadangku.. 
dan tetaplah tersenyum tuk tenangkan kegundahan ini... 
karena Cinta kita yang melukiskan semua... "GGS". 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Winata mengatakan...

Teruslah menulis, agar ide-ide gila banyak bermunculan. Blog yang bagus and good template.

Othey arieska mengatakan...

arigatou sensei :D

Posting Komentar