Tubuhnya terbaring lemas, tangannya menggengam sebuah surat terakhir dari
orang yang sungguh berharga dalam hidupnya. “Ayah...”, setetes air mata
membasahi pipinya. Lody, begitulah orang menyebutnya. Ia masih sangat dini
untuk menerima kenyataan bahwa hari itu ia tak lagi bersama siapapun. Ayahnya
pergi dengan banyak harapan. Ibunya pergi dengan kemuliaan melahirkannya
kedunia. Harusnya dia tak disini sendiri, ditempat yang baru 10 tahun yang lalu
ia kenal.
Ia hidup sebatangkara, hidup dari belas kasihan orang-orang yang masih
memiliki hati nuari. Makan dari orang-orang yang masih menganggap ia seorang
anak yang tak layak hidup sendiri. Malang, sungguh nasib Lody. Ayahnya tak
meninggalkan ia tempat berteduh sepetakpun. Kini ia tertidur lelap di kursi
taman berwarna hitam. Hanya diterangi rampu taman yang redup, dan diselimuti
selembar koran bekas yang basah. “Ayah, dalam malam aku berdoa dengan
kesungguhan hati. Aku mampu menjalani ini yah. Tenanglah kau dipelukan Tuhan”.
Setiap malam ia selalu berdoa dengan kata-kata yang tak berbeda, dan setiap
kali ia berdoa, ia mendengar suara kicauan burung yang merdu. Entah dari mana
asal burung itu berada.
Perutnya tak lagi dapat menahan lapar. Tak seorangpun tau, ia berjalan
menelusuri kota Belgia. Membiarkan kakinya yang menjadi raja, kemanapun ia
pergi dan dimanapun ia harus berhenti. Seketiak Ia melihat sebuah tempat makan
junk food. Ia memberanikan diri untuk masuk dan mengambil sisa makanan orang
lain yang tak ia kenal, lalu dengan segera meninggalkan tempat itu. “Terimakasih
Tuhan”. Ia terduduk disebuah pohon besar jauh dari keramaian. Pakaiannya
yang lusu dan kotor, sandal yang kumal. Dan jaket milik ayahnya. Hanya itu yang
ia miliki.
Tak jauh dari tempat ia menghabiskan makanannya, seorang pria berjenggot
lebat mendekatinya. “Kamu sendiri ?”. tanya pria itu sangar.
Lody yang kaget hentak tak menjawab, “dimana rumahmu?”. Tanya pria itu
lagi.
Pria berjenggot itu menaikan dagu Lody seakan ingin mengenalinya. Lodypun
menjawab dengan nada ketakutan “Saya tidak punya rumah, saya tidak punya orang
tua”. Pria itu tersenyum masam. “ikut dengan ku anak laki-laki yang tampan, aku
akan memberikanmu hidup yang enak”. Tanpa basa-basi pria itu menarik tangan
Lody dan mengajaknya kesebuah rumah kecil yang kotor dan kumal. Lebih mirip
seperti gudang. Tampak banyak anak seusianya sedang bersiap-siap. Entah kemana
ia tak tahu. “Ni makan !”. memberikan sebungkus nasi.
“saya dimana?”, tanya Lody pada pria berjenggot itu. “ini rumah mu
sekarang, dan kamu harus bekerja untukku..!”, suaranya terdengar jelas
ditelingan Lody. Ia tak mampu berbuat apapun. Mungkin ini pilihan yang Tuhan
berikan untuk dia yang hanya sebatangkara di Dunia. Mungkin dengan ini dia
tidak akan kedinginan, kehujanan lagi untuk tidur. Mungkin dengan ini ia bisa
makan dengan lebih mudah. Mungkin dengan ini ia bisa menjadi apa yang Ayahnya
inginkan. Pikirnya dalam hati.
***
Suaranya tak bagus, ia hanya berbekal kaleng bekas berisi batu kecil
didalamnya. Berjalan menelusuri kota yang dipikir tak pernah bersahabat
dengannya. Ia harus bekerja untuk pria berjenggot itu. Mengamen, meminta-minta,
ataupun mencopet. Pekerjaan itu mulai terbiasa ia lakukan beberapa tahun ini.
Dan bagi pria berjenggot itu, Lody adalah aset terbesarnya, karena ia selalu menyetorkan
uang lebih dari pada teman-temannya, ia juga tak pernah melawan pria itu.
Sudah menjadi suatu rutinitas bagi Lody untuk melewati sebuah lapangan
besar di kotanya. Lapangan ini adalah lapangan sepakbola, tempat para atlet
sepak bola berlatih setiap hari. Lody hampir hafal setiap trik dalam permainan
sepakbola. Ditangannya saat ini hanya sebuah bola plastik yang ia miliki.
Itupun ia ambil dari tongsampah. Lody sangat ingin memiliki bola karet seperti
yang digunakan oleh para atlet sepakbola itu. Namun entah kapan ia dapat
memilikinya.
***
Usianya semakin bertambah, kini ia tak lagi si Lody kecil. 14 Tahun, usia
yang tak pernah ia sangka mampu ia lewati tanpa kehadiran kedua orang tuanya.
Surat terakhir dari ayahnya masih disimpannya rapi-rapi. Terselip di kantong
jaket milik ayahnya yang selalu ia bawa kemana-mana. Ia masih senang melewati
lapangan sepakbola yang sungguh megah itu. Kegemarannya kepada permainan
sepakbola dan keinginannya yang mendalam untuk memiliki sebuah bola karet
membuat Lody remaja berpikir untuk mengambil sebagian dari hasil kerja seharian
yang akan disetorkan ke pria berjenggot itu. Lama kelamaan uangnya terkumpul,
tanpa sepengetahuan pria berjenggot itu Lody pergi ke sport store. Disana ia
membeli bola yang ia idam-idamkan sejak dulu. Semenjak saat itu Lody lebih lama
menghabiskan waktunya untuk bermain bola tak jauh dari para atlet berlatih
tanpa memikirkan setoran yang harusnya ia berikan kepada pria berjenggot itu.
Semakin lama ia berlatih, semakin mahirlah ia dalam trik permainan sepakbola.
Hampir semua trik ia kuasai.
Suatu ketika Lody tak membawa sepeserpun uang kerumah. Hanya sebuah bola
ditangannya. Pria berjenggot itupun marah besar. Akhirnya bola ditangan Lody
dirampas dan dibacoknya dengan pisau hingga tak berbentuk bola lagi. Hari itu
Lody remaja marah, dan pergi melarikan diri dari tempat itu. Ia menangis,
dengan kekecewaan. Udara dingin menusuk tubuhnya. Entah ia harus kemana pergi.
Kakinya hanya mampu melangkah kepinggiran Lapangan tempat biasanya ia
menghabiskan waktunya. Ia tertidur dirumput hijau yang basah, dan hanya
diterangi oleh sebuah lampu yang tinggi.
**
Ia terbangun ditengah teriakan orang-orang yang mengerumuninya. Mereka
berpikir Lody mengalami kecelakaan. Seorang pelatih sepakbola yang masih sangat
muda menghampirinya. Dilihatnya tubuh Lody lemas dan badannya terasa hangat.
Diangkatnya Lody kedalam asrama. Tak lama Lody tersadar dengan wajah pucat,
bibirnya terlihat berkeping seming.
“Saya Alex, jangan hawatir kamu sekarang aman”. Kata Alex sambil memeras
handuk untuk kompres.
Lody menceritakan semua tentang hidupnya. Dari Lody kecil si penakut, kini
menjadi Lody remaja yang pemberani dan punya mimpi. Alex terkesan mendengar
ceritanya. Semenjak pertemuan mereka, Lody diajak tinggal bersama-sama dirumahnya.
Alex mengajarkan Lody permainan bola dengan detail. Melihat permainan Lody,
Alex berniat untuk memasukkan Lody ke Sekolah Sepak Bola.
***
"pak, saya mohon terima Lody sebagai salah satu murid di akademik ini.
Saya yakin dia akan menjadi pemain masa depan yang akan membawa nama Negara
kita nantinya. Dia memiliki potensi yang jarang sekali anak seusianya
miliki". Terdengar suara Alex sedang berbincang dengan ketua
yayasan.
"tapi pak Alex, kita tidak bisa sembarangan merekrut murid. Bagaimana
dengan biayanya nanti?". Sahut ketua yayasan menentang.
"bapak bisa potong gaji saya setiap bulannya". Jawab Alex
tegas.
setelah lama mempertimbangkan, akhirnya ketua yayasan mengijinkan Lody
untuk menjadi salah satu murid di akademik ternama itu.
Permainan bola Lody semakin hari semakin berkualitas. Pada usia ke 18
tahun, dengan usaha dan kerja kerasnya akhirnya ia direkrut untuk mewakili
negaranya menjadi pemain utama diajang yang bergengsi se Dunia.
***
Sepucuk surat diselipan saku jaket diambilnya. surat itu ia baca perlahan. Surat
terakhir dari ayahnya yang membuat ia selalu tersenyum semangat.
Untuk,
Anakku Lody
Lody, anak ku yang paling aku cintai.
Ayah tahu kapan ayah harus pergi meninggalkan kamu bersama kenangan kita.
Maafkan ayah yang tak mampu meninggalkan apapun untukmu. Maafkan ayah yang tak
pernah mampu menjadi seorang ayah yang bertanggung jawab.
Lody anak ku yang terkasih.
Dalam malam ayah selalu berdoa,
semoga Tuhan memberikan kekuatan untukmu dalam menjalani hari-hari yang sulit
tanpa seorangpun disisimu. Anakku Lody, Ayah berharap kamu menjadi seseorang
yang berguna nantinya. tidak seperti ayah yang peminum. tidak seperti ayah yang
tak berguna untukmu. Ayah yakin Lody anak ku yang kuat. Kamu mampu menjadi
seorang Pemain sepakbola yang besar. Ayah yakin... !
Lody anak ku yang malang,
Ayah berpesan padamu, jika kamu
menjadi orang besar nanti. ayah berharap kamu tidak akan pernah melupakan
orang-orang yang pernah berjasa untuk hidupmu. Kamu jangan pernah
melupakan orang-orang yang masih sangat membutuhkan. jadilah orang besar yang
rendah hati dan saling mencintai.
Ayah.
***
Kini Lody menjadi orang besar yang tak pernah disangka. Ia tak pernah
melupakan jasa-jasa pria berjenggot yang telah bersamanya bertahun-tahun. Lody
mendirikan sebuah sekolah gratis khusus sepakbola dipinggiran kota, dan ia
membuatkan sebuah tempat makan untuk pria berjenggot itu.
Dan ia memberikan hadiah yang istimewa untuk Alex, yaitu pendamping hidup
yang ia dambakan.
(_Inspiration : Wi_)