.:. .:. .:.
Terdengar suara mereka
memanggil-manggil namaku dari arah yang berlawanan. Dirangkulnya dagangan yang
selalu ia bawa kemana-mana, namun tak hanya itu. Kedua tangan merekapun masih
memegang Koran dan beberapa majalah milik seorang koko dari took majalah
diujung perempatan. Aku memandangi mereka begitu ceria. Ada yang memainkan botol bekas yang berisi
kerikil kecil didalamnya. Ada
pula yang hanya mengelapi satu persatu setiap kendaraan yang berhenti di lampu
merah.
Cuaca
hari ini sama seperti sebelumnya, panas dan tak bersahabat. Hari ini aku
kembali mengunjungi adik-adik ku di lampu merah patung ngurah rai. Mereka
menyambutku penuh dengan kegembiraan. Mereka adalah sekumpulan anak kecil di
bawah umur yang diharuskan bekerja hanya untuk bertahan hidup ditengah-tengah
daerah yang terseret arus globalisasi. Inilah pinggiran dari Kuta yang sangat famous diseluruh pelosok.
“Kak citra datang… kak citra datang…”,
sorak-sorak suara mereka berlari menghampiri aku yang hanya berjalan seorang
diri dengan papan kecil yang ku bungkus Koran ditanganku.
“adik-adik…………!!!”, peluk ku satu persatu
mereka yang menghampiri.
Citra,
begitulah adik kecilku memanggil.. hari ini aku benar-benar bahagia, tidak ada
hal yang lebih membuatku bahagia ketika aku melihat prajurit-prajuritku
berteriak bahagia melihatku. Hanya diteduhi oleh bayangan patung I Gusti Ngurah
Rai aku dan anak-anak duduk rapi dan memulai pembicaraan yang tak kalah serunya
dengan pembicaraan para pejabat mengenai koruptor. Baru dua hari aku tak
mengunjugi mereka, sudah banyak sekali cerita yang mereka lantunkan satu
persatu. “Aka kemarin liat orang aneh, liat pak polisi aja langsung kaya maling
mukanya, masak sembunyiin kepala di balik jaketnya kak….”, disambung langi
cerita yang lain “Wayan kemarin jatuh kesandung, untung wayan gak keserempet…”,
disambung lagi dengan cerita mereka yang beragam.
Tak
lama setelah mercerita, akupun memulai pelajaran hari ini “Kalian mauu belajar
apaaaa ??? “, sambil memejamkan mataku seoralah ingin mendengarkan dengan jelas
suara mereka.
“Matematika!!!!, Bahasa Inggiiiss kaka
cittaa!!, Matematika… !!, Bahasa Inggiisss… !!”, jawab mereka berebut …
“Okay kita akan belajar tentang …………. “,
tiba-tiba aka memotong. “aka pingin sekali belajar menjadi seorang Dokter kak
citra… !!”, kata aka sambil berdiri menatap awan diatas. “Aka kenapa pingin
jadi Dokter…?”, Tanyaku penasaran padanya… namun tak sempat menjawab yang lain
pun kembali ribut. “ Okay kita akan belajar Bahasa Inggriss.. supaya bisa
ngomong sama bule bule yaa… :D”, kata ku seru. …
Horeeeeeeeeee……………………!!!!!!!!!!!!!!!
Akupun
mulai membuk papan tulis yang terbungkus Koran bekas. Hari ini cukup banyak
pasang sandal yang memenuhi halaman kecil belakang patung.”One bahasa
inggrisnya satu. Two itu dua,.. three itu tiga…”, “wan, tu, tri……, wan, tu,
triii…… “, akupun membuat lagu yang dapat dengan mudah mereka ingat dan
mengerti “one itu satu, two itu dua, three itu tiga… one two three itu satu dua
tiga,….. !!”.
Suara
yang bersemangat mereka memenuhi halaman belakang patung. Aku bahagia bisa
meluangkan waktu yang tak lama namun dapat bermanfaat untuk mereka.
Tak
terasa satu jam pun berlalu. Akupun menutup papan kecil dengan Koran bekas
kembali. Prajurit dalam negeri dongengpun mencium tanganku satu persatu. Mereka
kembali mengambil alat-alat pamungkasnya. Dan kembali ke lampu merah untuk
berjualan.
”Aka masih disini?”, aka adalah anak kecil berumuran 8 tahun. Aka datang ke Kuta dengan ibunya yang sudah tua. Semenjak setahun yang lalu aka kehilangan ibunya untuk selamanya. Aka adalah anak perempuan yang pintar diantara teman-temannya. Ibunya meninggal di emperan toko saat tengah malam tiba. Saat itu ibu aka mengalami gangguan pada lambungnya. Keadaan yang tidak memungkinkan anak berusia 7 tahun membawa ibunya ke rumah sakit tanpa sepeserpun uang. Dan keadaan pula yang membuat ibunya selama sakit tak mampu bertahan tanpa mengonsumsi apapun. Hanya segelas air keran yang aka ambil dari aliran air di sekitar emperan toko. Tak lama ibu aka tak mampu beraktivitas. Hingga akhirnya ibunya meninggalkannya sendiri di kejamnya pinggiran Kuta.
“aka kangen dengan memek”, kata aka sambil
memelukku dengan mata berkaca-kaca. “memek bahagia disana melihat aka yang
tegar dan mau berdoa untuk memek disana”, kata ku sambil memeluknya erat.
Berat memang terasa beban yang dijalani oleh
aka dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Aku sempat menawarinya untuk
kembali ke kampong halamannya. Namun ia menolak. Hal ini yang mungkin
membuatnya bercita-cita jauh lebih tinggi dibandingkan dengan teman-temannya
yang lain.
Aka anak yang lucu, cantik dan manis. Aku
hanya berharap suatu saat tuhan dapat berikan kebahagiaan yang luar biasa untuk
peri kecilku yang cantik. “ayo kita
makan”, kata ku sambil menghapus air mata yang berjatuhan. “aka juga lapar”,
katanya kembali tersenyum. Akupun membagi sebungkus nasi yang ku bawa di dalam
tasku.
Terdengar suara pesawat terbang lewat diatas
kami. “kapan-kapan aka mau naik itu”, sambil menunjuk kearah pesawat, “iya makanya
belajar yang rajin biar bisa naik pesawat terbang” kataku sambil mengelus
kepalanya.
Matahari sudah menurun, banyang patung Gusti
Ngurah Rai semakin terasa. Akapun kembali membawa lap dan kemoceng yang ia bawa
untuk mencari uang. “peri kecilku, tersenyumlah selalu, karma ibumu akan selalu
melihatmu disana”. …..
**
Entah apa yang membuatku hari ini tak
bersemangat, pakaian putih abu lengkap dengan papan kecil teman setiaku
perlahan mulai melangkahkan kaki kearah prajurit kecilku berkumpul.
Sama
seperti biasanya, pakaian sederhana yang sedikit robek dan sepasang sandal
dikedua kaki mereka berlari kecil menghampiriku. “ayo kemarkas”, kataku pada
mereka. Hari ini tak banyak pasang sandal yang aku temui. Tak seperti biasa
memenuhi halaman belakang patung.
“Ayooo semua sudah siap belajar?”, sambil
membagikan satu persatu buku tulis milik mereka yang selalu ku simpan ditasku.
“siapa mau belajar Matematika????”, Tanya ku lantang.. “saya kak saya… !!!!!”
saja mau !!!... jawab mereka berebut.
”baiklah prajurit kecilku, sekarang kita akan mulai belajar berhitung… “
“1+1=2, 2+1=3, 3+1=4………….” Walaupun tak banyak
namun suara mereka memenuhi gendang telingaku.
Satu jam begitu cepat, ingin rasanya aku
mengulang kembali satu jam yang lalu.. saatnya mereka kembali bekerja. Hari ini
aku tak melihat aka. Aku bertanya pada seorang dari temannya tak ada yang tahu
ia kemana. Aku mulai hawatir akan keadaannya. “dari kemarin wayan gak liat
aka”, “iya nyoman masi”.
Aku menunggunya sambil terlentang. Tak terasa
aku tertidur selama beberapa menit. Suara yang tak asing ku dengar
membangunkanku dari sebelah. “AKAAAA…………..!” aku terkaget dan langsung
memeluknya. Dia begitu cantik, pakaiannya bersih dan rambutnya tertata rapi..
beberapa menit aku terheran melihatnya, kembali tak percaya, namun aku yakin
ini aka “kataku dalam hati.
“ini aka kak citra….” Kata aka meyakinkanku.
Berubah tak seperti biasa ku lihat, “saya ibu tin… saya ibu angkat aka
sekarang. Kemarin saya melihat aka seharian bekerja dari siang hari ketika
mobil saya mogok di dekat lampu merah. Saya melihat dia begitu gigih rajin dan
tak mengenal lelah. Dia juga begitu empati melihat saya. Saya berbicara banyak
dengan aka selama beberapa jam. Akhirnya saya mengajak aka untuk tinggal
bersama saya dirumah. Kebetulan saya belum dikaruniai seorang anak. Ternyata
aka menerima ajakan saya. Saya sangat menyayanginya”, kata seorang perempuan
berwajah lembut disebelah aka.
Aku
yang masih kaget hanya mampu menjawab “terimakasih bu”. Beruntung hari ini aku
menunggu aka disini. Mungkin ini akan menjadi pelukan terakhir dari peri
kecilku. Peri yang begitu tegar menjalani pahitnya kehidupan. Semoga dia bisa
menjadi seorang dokter seperti impiannya, dan tentunya bisa menjadi salah
seorang penumpang salah satu maskapai penerbangan seperti yang ia idam-idamkan.
2 komentar:
Kisahnya bagus..
Mengena dengan situasi yg ada dan terjadi di wilayah sekitar...
Menyentuh...
Dan tidak banyak berisi kata" yg membosankan...
86 laah nilanya...
Wkwkwkw...
:p
kok dikit banget ... bnyakin nae... :D hehe
makasi ya... udah luangin wktu baca :)
Posting Komentar